Dari jaman kita masih duduk di sekolah dasar, udah sering banget dibilangin pentingnya membaca. Walaupun jarang juga gurunya ngasihtau kenapa membaca itu penting. Sekalinya nanya ke guru Bahasa Indonesia kenapa NYUNYU harus ngehafalin judul-judul buku yang NYUNYU aja enggak tau bukunya kaya gimana, isinya macam apa, NYUNYU sama temen-temen sekelas malah dikasih ulangan lagi. Akhirnya NYUNYU cari tau sendiri, nyari-nyari di pasar loak buku-buku yang selama ini sering banget keluar di ulangan Bahasa Indonesia. Kalau kata buku mata pelajaran Bahasa Indonesia, sastra klasik Indonesia kan dibagi-bagi tuh. Sekarang NYUNYU mau bahas soal Era Balai Pustaka, alias buku-buku yang terbit di tahun 1920-an, dan memang diterbitkan oleh penerbit yang namanya Balai Pustaka. Tujuannya, biar karya sastra Indonesia pada jaman itu bisa terhindar dari pengaruh cabul dan liar dari karya tulisan Melayu Rendah pada jaman itu.

Nah, biar kamu, kamu dan kamu juga tau, sebenernya buku macam apa sih yang selama kita sekolah kok sering banget keluar di ulangan. Simak ya! Yang enggak simak, gapapa juga sih. Paling sempit aja pengetahuannya. Kwuk!

  1. Sitti Nurbaya – Marah Rusli
Saking terkenalnya karya sastra yang satu ini, sampe sering banget ada di percakapan sehari-hari. Misalnya ada temen kamu yang mau dijodohin sama orang tuanya, biasanya respon yang keluar : masih aja dijodohin, emangnya jaman Sitit Nurbaya. Nah, Sitti Nurbaya ini judul resminya adalah Sitti Nurbaya: Kasih Tak Sampai, novel karya Marah Rusli yang diproduksi tahun 1922. Sitti Nurbaya bercerita tentang kisah cinta Sitti Nurbaja (tulisan aslinya begini) dan Samsoelbahri yang terpisah karena Samsoelbahri harus ke Batavia (kali aja ada yang enggak tau, Batavia itu nama Jakarta jaman dulu). Karena patah hati, Sitti Nurbaja mau aja dipaksa nikah sama Datuk Meringgih oleh orang tuanya yang kelilit utang sama si Datuk ini. Padahal Datuk Meringgih ini terkenal kejam dan akhirnya Sitti Nurbaja mati dibunuh Datuk Meringgih. Samsulbahri yang dendam akhirnya membunuh Datuk Meringgih.

Gitu inti cerita dari Sitti Nurbaja, Ditulis dengan bahasa formal melayu dan penuh dengan cara bercerita Minangkabau, misalnya: pantun. Enggak heran sih, karena Marah Rusli, penulisnya adalah orang asli Minangkabau tapi mengenyam pendidikan di Belanda, ngambil jurusan veterinary science. Tuh buat masih males belajar dan sekolah, enggak malu sama orang jaman dulu yang udah bisa belajar sampe ke Belanda? Kwuk! Novel ini juga sering banget dibandingin sama romanRomeo-Juliet dan Butterfly Lovers, tau enggak Butterfly Lovers apaan? Butterfly Lovers adalah judul resmi dari kisah Sam Pek Eng Tay yang diakui oleh UNESCO taun 2004 sebagai Masterpieces of The Oral and Intangible Heritage of Humanity.  Penasaran sama cover novel ini enggak sih? Nih, begini bentuknya:


  1. Sengsara Membawa Nikmat – Tulis Sutan Sati
Judulnya kok agak-agak sexist gimana gitu ya (ah lo aja yang mesum, NYU!). Novel ini ditulis oleh Tulis Sutan Sati dan dirilis taun 1929. Ceritanya seputar Midun, anak dari seorang petani yang mengalami banyak cobaan sebelum akhirnya dia bisa hidup bahagia bersama istri barunya. Nah, karya Sati yang ini banyak banget dibilang sebagai karya Sati yang paling menarik diantara karya-karyanya yang lain. Seperti Sitti Nurbaya diatas, novel ini juga ditulis dengan latar belakang budaya Minangkabau. Tapi, menurut C.W. Watson, Professor Antropologi Sosial dan Studi Multi-kultur di Kent University, Inggris, Sengsara Membawa Nikmat dan Sitti Nurbaya, meskipun ditulis dengan background Minangkabau yang kental, sebenarnya merupakan kritik sosial yang keras terhadap kehidupan yang terjadi pada masa itu. Dalam Sengsara Membawa Nikmat, misalnya, Sati mengkritik tradisi orang-orang pada jaman itu yang mengandalkan dukun untuk segala konflik rumah tangga. Pokoknya si Midun di novel ini adalah orang yang realistis pada jamannya. Makanya novel ini jadi legendaris karena membawa arus progresif ketika tradisi yang banyak tidak masuk akalnya masih mengkungkung sebagian besar orang-orang yang hidup di jaman tersebut. Buat yang kelakuannya masih pada enggak masuk akal aja, dapet salam nih dari Si Midun.

Macintosh HD:Users:pramirtha:Desktop:Screen Shot 2013-03-11 at 12.34.36 PM.png

  1. Darah Muda – Djamalludin Adinegoro
Walaupun sering ketuker sama lagunya Rhoma Irama, tapi beda jauh kok sama lirik lagunya Bang Haji. Darah Muda adalah novel yang dirilis taun 1927 dan ditulis oleh Djamalludin Adinegoro. Novel ini adalah sedikit dari novel dimana tokoh protagonisnya menang dalam percintaan. Emang, diangkatan ini, kisah cintanya kebanyakan tragis. Makanya Darah Muda ini ibaratnya fresh-airbanget. Novel ini juga berlatar kebudayaan Minangkabau dimana tokoh utamanya adalah Rukmini dan Nurdin, seorang pria muda yang sekolah kedokteran di Jakarta. Pas dia lagi pulang kampung, dia ketemu sama Rukmini dan ibunya, dan langsung jatuh hati. Tapi hubungan mereka enggak direstui oleh ibunya Nurdin karena Rukmini bukan berasal dari kalangan terpelajar seperti Nurdin. Tapi akhirnya mereka bisa nikah karena ibunya Nurdin akhirnya luluh ngeliat cinta anaknya ke Rukmini.

Nah, novel ini ditulis oleh Adinegoro ketika dia lagi kuliah kedokteran di Jerman. Coba tuh, buat yang masih males belajar sama sekolah, enggak malu orang-orang jaman dulu aja udah bisa ke luar negeri buat sekolah kedokteran? Kwuk!

Sorry banget nih NYUNYU enggak bisa ngasihtau cover novelnya, ketemunya sama muka Rhoma Irama terus di google

  1. Salah Asuhan – Abdul Muis
Salah Asuhan diakui sebagai salah satu contoh karya sastra terbaik yang memulai karya sastra modern Indonesia. Ditulis oleh Abdul Muis dan dirilis taun 1928, sebelumnya novel ini ditolak oleh Balai Pustaka, besar kemungkinan karena ada pesan pembangkangan terhadap kolonialisasi asing pas jaman itu. Itu perkiraan NYUNYU aja lho ya. Salah Asuhan ini bercerita tentang Hanafi, pemuda Minangkabau, yang dimabuk cinta sama Corrie du Busee, yang setengah Perancis setengah Minangkabau. Tapi Corrie akhirnya pergi ke Jakarta karena merasa malu punya hubungan sama Hanafi, si pemuda pribumi. Hanafi yang patah hati akhirnya nikah Rapiah, dan gegara masih kecewa sama Corrie, Hanafi jadi kasar sama Rapiah. Suatu hari, karena sakit rabies, Hanafi dikirim ke Jakarta dan di sana dia bertemu lagi dengan Corrie. Singkat cerita, mereka menikah dan Hanafi ini emang biadab, dia lupa dengan keluarganya di kampung. Tapi karena Hanafi ini posesif banget, dia akhirnya kasar juga sama Corrie. Yee.. Ini cowok gebukin rame-rame aja yuk! Buat kelanjutan ceritanya, cari tau sendiri ya! Kwuk!

Karya Sastra ini dianggap penting banget karena menggambarkan banyak kehidupan pemuda pada jaman itu yang mabuk kepayang ngeliat kehidupan barat tapi belum cukup siap untuk menjalani kehidupan yang kaya gitu. Nah penulisnya ini, opa Abdul Muis, adalah pemuda Minangkabau yang kuliah kedokteran di Belanda. Selain nulis novel yang fenomenal ini, Abdul Muis juga seorang jurnalis yang lantang banget nulis tentang kemerdekaan Indonesia walaupun dia lagi ada di Belanda.


  1. Azab dan Sengsara – Merari Siregar
Judulnya kok kaya film-film hidayah gitu ya. Tapi enggak kok, enggak lebay kaya tayangan di TV. Kwuk! Azab dan Sengsara adalah novel yang dirilis taun 1920 oleh Merari Siregar dan secara umum diakui sebagai novel modern Indonesia pertama. Azab dan sengsara bercerita tentang dua orang yang saling jatuh cinta, Amirrudin dan Mariamin, yang keduanya berasal dari tanah Batak, tapi akhirnya enggak bisa bersatu karena masalah status sosial serta adat yang masih kental banget pada jaman itu.

Merari Siregar menceritakan dengan gamblang tradisi saat itu di tanah Batak yang membuat pemuda-pemudi menjadi sulit untuk membangun keluarga seperti yang mereka mau, dimana pernikahan atas dasar terpaksa demi menjaga public image dari keluarga masih dilakukan oleh semua orang tua. Akhirnya, Amirrudin menuruti ayahnya yang tidak membolehkannya menikahi Mariamin dan hidup dalam pernikahan yang dia enggak kehendaki. Sedih crying


Jadi sekarang tau ya jalan cerita, siapa penulis, dan juga cover buku-buku yang selama ini ada terus di ulangan bahasa Indonesia. Ada baiknya sih kamu juga baca beneran buku-buku yang NYUNYU ceritain diatas. Jadi enggak cuma tau dikit doang, soalnya kalau kata Bung Karno sih jangan sekali-kali melupakan sejarah. Siapa sih yang berani nyalahin Bung Karno?! Selain itu, kamu juga jadi tau gimana sebenarnya kehidupan pada jaman tersebut. Selamat membaca! Kwuk!