Pages

Sabtu, 28 April 2012

Rumah bambu si rumah tahan gempa dan alami

Selain asri, rumah bambu lebih tahan gempa karena lebih elastis terhadap goyangan. Permintaan akan rumah bambu tidak hanya untuk rumah tinggal, tapi juga untuk bermacam keperluan. Yang pasti, omzet pembuat rumah bambu bisa mencapai Rp 112,5 juta sebulan.

Dulu, rumah bambu identik dengan rumah sederhana milik keluarga-keluarga miskin lagi pas-pasan. Namun, kini, banyak orang memandang rumah bambu sebagai bangunan tradisional dengan nuansa pedesaan dan ramah lingkungan. Arsitekturnya pun semakin canggih.

Makanya, rumah bambu sekarang tak sekadar berfungsi sebagai rumah tinggal saja. Tapi juga untuk rumah makan, tempat santai, bahkan tempat ibadah.

Salah satu pembuat rumah bambu adalah Yuyus Sunandar. Ia mendapat ide ini ketika bencana tsunami menerjang Aceh pada 2004. Dia pun memproduksi rumah bambu sejak 2005.

Menurut Yunus, rumah bambu bisa jadi alternatif tempat tinggal yang tahan gempa karena tingkat elastisitasnya tinggi. Selain itu, "Bahan bakunya mudah dan murah didapat," kata lelaki 28 tahun ini.

Yuyus kemudian mendirikan usaha produksi rumah bambu bernama NG Bersaudara di Kedawung, Lemahabang, Karawang, Jawa Barat. NG merupakan singkatan dari Nice Green. 

Pesanan tak hanya datang dari Jawa, Yuyus kerap mendapat order dari Bali. Pesanannya mulai dari saung hingga rumah. Sebulan, tiga sampai lima pesanan datang ke NG Bersaudara.

Yuyus menetapkan minimal pesanan rumah satu kamar ukuran 30 meter persegi dengan harga Rp 1,25 juta per meter persegi. Tiap bulan omzetnya mencapai Rp 112,5 juta. "Prospek usaha rumah bambu bagus karena permintaan terus bertambah," ungkap dia.

Pemesan biasanya sudah memiliki rancangan sendiri sehingga Yuyus tinggal membangunnya saja. Tapi, ada juga pemesan yang meminta Yuyus merancang dan membangunnya.

Pesanan juga pernah datang dari luar negeri. "Ada juga pemesan dari Tahiti. Jadi, rancangan rumah bambu dan bahan-bahannya kami kirim. Di sana tinggal dipasang," ujarnya.

Yuyus mendapatkan bahan baku bambu dari Garut, Tasikmalaya, Banten, dan Bali. Jenisnya beragam, mulai dari bambu wulung atau bambu hitam, bambu tali, dan bambu betung. Harganya bambu berdiameter 7 centimeter (cm) saat ini Rp 8.000 hingga Rp 10.000 per batang. Lalu, harga bambu dengan diameter 15 cm sampai 20 cm bisa lebih dari Rp 20.000 per batang. 

Harga bambu ini menanjak sejak akhir 2010. "Terakhir harganya Rp 5.000 per batang untuk bambu berdiameter 7 cm," kata Yuyus. Bambu, ia menjelaskan, dipakai sebagai tiang dan bahan anyaman untuk dinding dan langit-langit rumah.

Namun, Yunus tak melulu memakai bambu. Terkadang, ia juga menggunakan indukan kayu kelapa untuk tiang dan lantai rumah. Biasanya, dia mendatangkan indukan kayu kelapa dari Sulawesi dan Lampung. Harganya Rp 1,7 juta sampai Rp 2,75 juta per meter kubik. "Harga termahal indukan kayu kelapa yang sudah tua, yang usianya bisa 150 tahun," ucap Yuyus.

Pemain lainnya adalah Undagi Jatnika Nagamiharja di Cibinong, Bogor. Dia membagi produknya menjadi dua tipe, yaitu rumah tradisional dan semi permanen. Rumah tradisional memakai bambu untuk seluruh bagian. Sementara, atapnya terbuat dari ilalang. Kalau semi permanen, atapnya terbuat dari genteng dengan lantai keramik, kusen dari kayu, dan kamar mandi terbuat dari dinding.

Jatnika mematok harga rumah tradisional Rp 1,2 juta per meter persegi dan semi permanen Rp 1,7 juta per meter persegi. Ia mengerjakan rumah bambu minimal ukuran 40 meter persegi. Dalam sebulan Jatnika rata-rata mengerjakan dua pesanan. Omzetnya mencapai Rp 96 juta per bulan.

Rumah bambu, Jatnika menjelaskan, bisa dipakai untuk tempat tinggal, rumah kebun, cottage, ruang pertemuan, restoran, dan vila. "Saya sudah membuat sekitar 200 buah untuk restoran," ujarnya.

Kini, Jatnika memiliki 75 pekerja yang dibagi dalam tiga shift. Ia bisa mengerjakan rumah ukuran 40 meter persegi dalam waktu satu bulan dengan lima pekerja. Ia membuat rumah berukuran 70 meter persegi dalam dua bulan dengan lima pekerja, dan rumah ukuran 100 meter persegi dalam dua bulan dengan 10 tenaga kerja.

Jatnika menggunakan 100% bambu. Namun, ia memakai bambu berbeda untuk tiap bagian rumah. Satu rumah ukuran 40 meter persegi membutuhkan lima batang bambu betung untuk tiang, 300 batang bambu tali untuk anyaman, dan 100 batang bambu gombong sebagai usuk rumah.

Harga bambu pun berbeda tiap jenis. Bambu betung ukuran 3 meter harganya Rp 70.000, bambu gombong berukuran 4 meter harganya Rp 30.000, dan bambu tali harganya Rp 8.000 sebatang.

Jatnika mendatangkan bahan baku bambu dari Banten Selatan, Pelabuhan Ratu, Jampang, dan Jonggol. Ia membeli bahan setengah jadi seperti bilik dari Jonggol dan tali ijuk dari Tasikmalaya. "Secara keseluruhan untuk satu rumah bambu bisa melibatkan ratusan orang," ucap Jatnika.

Jatnika yang sudah 20 tahun berbisnis rumah bambu bilang, ada beberapa trik dalam menebang bambu. Jangan menebang bambu yang masih ada rebungnya karena akan gampang patah. Penebangan dilakukan lewat pukul 12.00 karena kandungan airnya sudah berkurang. "Kalau basah gampang dimakan rayap," katanya.

Selanjutnya, bambu didirikan dan dikeringkan hingga dua bulan. Setelah itu, bambu diberi obat antihama. Rumah bambu dapat bertahan 30 tahun. Tetapi, untuk rumah bambu tradisional, atap ijuknya harus diganti setiap 10 tahun sekali.


http://peluangusaha.kontan.co.id/news/rumah-bambu-si-rumah-tahan-gempa-dan-alami-1/2011/02/16

Tidak ada komentar:

Posting Komentar