Di sebuah negara di mana bulu tangkis meraja, rakyat Indonesia telah lama terbiasa menyaksikan pertandingan kelas dunia dari bintang-bintang olahraga ini. Sejak tahun 1992, pada saat cabang olahraga ini dimasukkan dalam Olimpiade, para atlet bulu tangkis Indonesia telah secara teratur membawa pulang medali.
Hal ini berubah pada musim panas ini di London. Tidak ada satupun pemain bulu tangkis yang memasuki ronde final dan regu ganda putri dikeluarkan dari lapangan karena menggugurkan permainan untuk menghindar dari menghadapi regu Cina dalam ronde berikutnya.
Satu hal sudah pasti: rakyat Indonesia akan mendorong keras untuk memastikan para atlet mereka akan menguat kembali di Olimpiade selanjutnya, yang akan diadakan pada tahun 2016 di Rio de Janeiro. Kebanggaan nasional adalah taruhannya. Begitu juga perasaan jutaan rakyat di negara di mana bulu tangkis bukanlah sekadar cabang olahraga. Bagi banyak orang, olahraga ini merupakan obsesi.
Ada hal yang paling penting selain menurunnya prestasi olahraga di Indonesia yaitu pembinaan usia dini. Sampai sekarang para pengurus olahraga masih tidak mau untuk pengembangan olahraga dari usia dini contohnya ketika PON kemarin masih banyak atlet yang berusia diatas 30 tahun masih ikut dalam multieven tersebut. Ini adalah bukti bobroknya pembinaan usia dini.
Jika dibandingkan dengan negara lain Indonesia sudah sangat tertinggal jauh, jangankan dengan Cina, Jepang, Korea dengan negara tetangganya sendiri saja masih ketinggalan. Jangan hasil Seagames sebagai acuan, waktu itu kita sebgai tuan rumah. ynag menjadi acuannya adalah Olimpiade kemarin, sangat-sangat menyedihkan.
Jika kita lihat pembinaan di Negeri Cina. Dapat dilihat kalau pengurus olahraganya sangat serius terhadap pembinaan usia dini, sewaktu-waktu atlet senior sudah tua, ada saja atlet muda yang muncul.
Sistem olahraga di Negeri Cina adalah pembinaan usia dini yang terseleksi, misalnya ada usia dini yang ingin dimasukkan dalam pemusatan olahraga maka di test dahulu secara fisik, lalu minatnya kemudian baru latihan. Lalu jika sudah mengalami proses latihan, para calon atlet akan dilatih secara teknik, agility, fisik, ability, kelenturan, dan yang paling penting adalah mentality kemudian sistem latihannya berjenjang sehingga diusia 17-19 tahun sudah berhasil menciptakan atlet yang profesional. Itu yang tidak dilakukan oleh para pengurus dan pelatih di Indonesia.
Kemunduran prestasi olahraga nampaknya terjadi secara hampir merata diberbagai cabang olahraga. Banyak argumen yang menyebutkan apa penyebab keterpurukan prestasi kita ini. Mulai dari belum adanya program pembinaan atlet yang komprehensif berskala nasional, kekurangan fasilitas olahraga, rendahnya kualitas sistem kompetisi di tanah air, hingga minimnya pendanaan terhadap kegiatan olahraga.
Apakah prestasi Indonesia yang terus turun ini akan berpengaruh pada kehidupan berbangsa dan bernegara? Jawabannya adalah ya. Walaupun sulit untuk mengukur secara kuantitatif dampak tersebut, tetapi paling tidak bahwa mental pesimis lahir dari lingkungan dan kondisi yang pesimis
Jika kondisi ini berlanjut dalam waktu yang panjang, maka yang terjadi adalah makin suramnya masa depan olahraga di Indonesia. Upaya memperbaiki prestasi olahraga di tanah air merupakan salah satu faktor penting untuk membangkitkan mental juara.
SEMOGA SAJA PRESTASI INDONESIA SEMAKIN BAIK, BELAJAR DARI KEKALAHAN AGAR KITA MENJADI LEBIH MAJU.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar